Lokasi Kaabah yang Sebenar (Bhg 3)


MEKAH ATAU PETRA? - TEMPAT KAABAH SEBENAR 

 ~BAHAGIAN KE-3 

Penulis-penulis Injil bukanlah asing dengan Jazirah Arab, sebagaimana Sheba ( yang sekarang dipanggil sebagai Yaman) dan Tema (sekarang bernama Tima di Arab Saudi) disebut di dalam penulisan mereka akan tetapi mereka tidak pernah menyebut tentang Mekah.

Prasasti (Inkripsi) Babilonia menyebutkan tentang kesemua dari 6 kota-kota oasis. Sementara Yathrib (kemudian dinamakan Madinah) disebutkan, tetapi Mekah di Hijaz, yang jaraknya 450 km ke selatan, tidak disebutkan.

Ini adalah aneh apabila kita mempertimbangkan bahawa Mekah (yang kita ketahui sekarang berada di Petra) telah menjadi tempat yang terkenal pada masa itu.

Kaum Sabian dari Yaman juga tidak pernah menyebutkan tentang Mekah di Hijaz di dalam tulisan-tulisan mereka, walaupun mereka diketahui melakukan perdagangan dengan kota-kota tetangga seperti Yathrib.

Mekah yang terletak di Hijaz hanya terkenal setelah wafatnya Muhammad dan setelah lokasi Kaaba berubah dari Petra ke Hijaz.

Bahasa Arab yang terdapat di dalam al-Quran adalah campuran dari bahasa Aramaik awal dan bahasa Arab yang sedang bangkit (ketika itu).

Lihatlah perbandingannya pada aksaranya (huruf). Huruf-hurufnya sama.

Hal ini membuat para ahli      ilmuan percaya bahwa banyak ungkapan-ungkapan yang ada di dalam Quran berasal dari Aramaik Timur Dekat, sebuah bahasa yang tidak digunakan di Hijaz tetapi digunakan di daerah jauh ke Utara.

Pada suatu tempoh masa dahulu, Jazirah Arab terbagi menjadi 3 daerah secara geografi, iaitu Arabia Felix, Arabia Deserta dan Arabia Petraea.

Setiap daerah mempunyai bahasa yang berbeza.

Bahasa yang terdapat di dalam Quran mirip dengan yang bahasa digunakan di daerah Arabia Petraea (sekarang Jordan) dimana di daerah itu bahasa Aramaik, Yunani dan Latin digunakan.

Ilmuwan Islam Alfred Guillaume, setelah menganalisa bahasa di dalam Quran, menyimpulkan bahawa tidak ada bukti yang menyokong pandangan yang mengatakan bahawa Nabi Ibrahim yang mendirikan Kaabah atau bahawa Nabi Ismail pernah menetap di sekitar Mekah kerana ketidaktepatan di dalam bahasa ini.

Menurut Guillaume, tidak ada bukti sejarah yang menyokong pernyataan bahawa Nabi Ibrahim atau Nabi Ismail pernah berada di Mekah dan apabila ada hadis-hadis yang mengatakan sedemikian maka harus dijelaskan tentang bagaimana nama Ismail (nama orang Semitik Kuno) tidak pernah ada di dalam semua teks.

Bentuk bahasa di dalam al-Quran diambil dari sumber-sumber Yunani atau Syria. Guillame selanjutnya menjelaskan bahawa nama Ishak dan Israil adalah contoh lain tentang proses peminjaman bahasa, dan Yunus dan Ilyas adalah amat jelas sekali di ambil dari bahasa Yunani.

Dan riset atau penelitian dari para ilmuwan ini sangat tepat dan untuk alasan inilah banyak dari mereka percaya bahwa Islam adalah sebuah mitos, dan bahawa Muhammad bukanlah seorang nabi.

Manakala ilmuwan lain percaya bahwa Mekah yang berada di Hijaz bukanlah pusat Islam dan oleh sebab itu mereka mencari bukti dari kewujudannya jauh ke Utara.

Sejarahwan Yunani, Diodorus Siculus, menulis tentang Arabia di dalam karyanya, Bibliotheca Historica (Perpustakaan Sejarah), yang mengambarkan tentang sebuah kuil dan tempat pemujaan yang didirikan di sana yang disebutkan sebagai tempat yang sangat suci dan dipuja oleh semua bangsa Arab.

Tempat pemujaan yang disebutkan oleh Diodorus Siculus ini merujuk pada suatu lokasi di sebelah barat laut Arabia, lebih mendekati Petra, di dalam format Kerajaan Nabatea dan Arabia Petraea Kerajaan Romawi.

Tetapi bangunan Kaabah bukanlah struktur bangunan yang unik.

Tempat pemujaan dengan bentuk yang sama ada di seluruh Jazirah Arab pada masa Muhammad (sawas).

Tempat pemujaan yang betul-betul sama yang masih berdiri saat ini adalah Mesjid Al Kabeer di Yaman.

Lihatlah kesamaannya.

Kisah Nabi Ibrahim adalah bukti dari Quran tentang hasrat para raja dan penguasa untuk menghancurkan sistem keagamaan dan tempat suci yang bertentangan dengan kepercayaan mereka dan hal itulah yang terjadi sepanjang sejarah sebagaimana semua bangunan dihancurkan dan dipisah-pisahkan, kecuali tempat suci yang berbentuk kiub yang masih berdiri hingga saat ini.

Bagaimana bangunan itu tetap berdiri, kita akan membincangkannya kemudian nanti.

Persoalan yang lebih besar yang akan kami jawab sekarang adalah bagaimana terjadi penyimpangan di dalam Islam setelah Nabi wafat dan mengapa terdapat begitu banyak kebingungan dan kerancuan di dalam agama ini?

Jawaban dari pertanyaan ini akan menolong kita untuk mendapatkan gambaran yang kukuh.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad (sawas), umat islam melencong dari jalan yang benar dengan mengikuti orang-orang seperti Umar dan Abu Bakar melalui pemilihan (pemimpin) dan mengabaikan penunjukkan Wali oleh Allah.

Ketika zaman pemerintahan Uthman, penindasannya terhadap kaum Muslim membuatkan mereka mencari dan mendambakan pemerintahan yang kembali ke tangan Allah dan Wali Allah yang berhak.

Di bawah kepemimpinan Uthman kaum Muslim mengalami perubahan drastik. Uthman mengubah banyak teks keagamaan dan hadis-hadis dan menentang siapapun yang tidak bersetuju dengannya.

Ia akhirnya terbunuh dan kepemimpinan jatuh kepada Imam Ali (as), penerus yang berhak sesudah Nabi.

Tetapi itu tidak berlangsung lama kerana para musuh Ahlul Bait (as) mendirikan kepemimpinan di bawah dinasti Umayyah dan memerangi Keluarga Muhammad dan membunuh cucunya, Hussein (as) dan para sahabatnya di dalam pertempuran di Karbala.

Setelah kejadian ini, kaum Muslim berada di dalam kekacauan. Mereka telah meninggalkan peringatan Allah dan RasulNya dan hanya sedikit orang mukmin yang tulus yang berpegang kepada jalan kebenaran.

Zaman perang saudara umat islam yang kedua, memunculkan tokoh yang dikenali sebagai Abdullah ibn Zubair yang akan mengubah tempat asli Kaabah, 75 tahun setelah Hijrah.

Ibn Zubair bahkan menghancurkan Kaabah dan membinanya semula di Hijaz.

Kota-kota berdekatan, seperti Kufah, menyokong gerakannya.

Kemudian bala tentera dari Kufah bertemu dengan Ibn al-Zubair, Bujair ibn Abdallah al Musli berkata:

“Segala puji bagi Allah yang telah menguji kita dengan belenggu dan telah mengujimu denganmu mengampuni kami. Ibn Zubair, kami adalah orang-orang yang menghadap kepada Qiblat yang sama seperti kamu.”

Di tahun 87 sesudah Hijrah, seorang jeneral dibawah dinasti Umayyah yang bernama Al Hajjaj ibn Yusuf mengalahkan Ibn Zubair.

Ia tidak setuju Kaaba berada di Hijaz namun ia juga tidak menyukai kiblat yang sebenar di Petra.

Maka ia membangun masjid dengan kiblat yang menghadap ke arah di antara 2 kota.

Umat islam di Afrika Utara dan Sepanyol mengikutinya tetapi mereka membangun masjid yang bukannya menghadap ke diantara tiga pilihan bebas itu, malah mereka lebih memilih membangun masjid yang berkiblat ke arah paralel antara Petra dan Mekah di Hijaz.

Menarik untuk dicatatkan bahawa sampailah pada kepemimpinan Imam Ali, semua umat islam sepakat untuk solat menghadap ke arah Petra.

Hal itu tidak terjadi lagi ketika Ibn Zubair mengubah kiblat, masjid-masjid dibangunkan dengan menghadap ke arah yang telah ia pilih iaitu Mekah di Hijaz.

Jadi dari mana asalnya kiblat yang menghadap ke Mesjid Al Aqsa di Jerusalam?

Umat islam hari ini akan mengatakan bahwa Nabi menerima wahyu untuk mengubah arah kiblat dari Jerusalam ke Mekah di Hijaz berdasarkan tafsiran dari beberapa ayat berikut:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsa, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami:

Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. {QS 17:1}

Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat, yang kamu sukai.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. 
{QS 2:144}

Hari ini, tafsiran ini telah menyebabkan banyak kebingungan.

Dimana hubungannya?

Mesjid Al Aqsa dibangunkan setelah Nabi wafat jadi bagaimana mungkin beliau mengunjungi masjid ini di malam Isra' Mi'raj dan bagaimana mungkin masjid ini menjadi qiblat untuk solat?

 Satu-satunya penjelasan yang benar adalah bahawa tempat itu adalah tempat pertemuan (masjid = tempat berkumpul/pertemuan).

Bukti baru menunjukkan bahwa tempat pertemuan yang terdekat merujuk kepada Baitullah di Petra, bukannya Jerusalam.

Sekarang setelah kita mengetahui dengan pasti bahawa tempat sebenarnya dari Baitullah atau Masjidil Haram terletak di Petra, kita dapat memahami dengan lebih baik makna dari sebutan 'Masjid Al-Aqsa' atau 'tempat pertemuan yang terjauh' yang disebutkan di dalam Quran:

“…dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsa ….” {QS 17:1}

Pada masa tersebut Jerusalam dikenali sebagai Al Quds atau tempat suci, oleh kerana itu tempat itu dikenali sebagai al-Haram al-Maqdis.

Seorang sejarahwan dan penulis biografi Muslim awal menggambarkan bahwa Nabi Muhammad tinggal di sebuah desa yang bernama Jiranah, terletak dipinggir kota Mekah di Petra.

Di dalam bukunya ia menulis:

“Nabi tiba di Jiranah pada hari Kamis dan tinggal di sana selama 13 malam.

Baginda kemudiannya meninggalkan Jiranah sesudah berdoa di Mesjid Al Aqsa yang terletak di pinggir sungai.

Nabi biasa berdoa disana setiapkali baginda datang ke Jiranah.” 
(Al-Waqidi al-Tarikh wa al-Maghazi, 69 Penaklukkan Islam terhadap Syria)

Sejarahwan yang lain menggambarkan sebuah percakapan diantara 2 laki-laki yang bernama Muhammad dan Mujahid.

Muhammad berkata,
“Aku dan Mujahid sepakat akan Jiranah, kerana ia memberitahu kepadaku bahwa Nabi biasa berdoa di Al Aqsa yang terletak di pinggir sungai.

Mesjid lain yang berdekatan adalah Mesjid Al Adna yang dibangun oleh seseorang dari suku Quraish.”
 (Azraqi, Wuestenfeld, Ferdinand (1964) al-Azraqi, di dalam Chroniken der Stadt Mekka)

Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa kedua tempat pertemuan itu, Al Aqsa dan Al Adna, berada di sekitar kota Mekah di Petra.

Al Aqsa berarti tempat terjauh dan Al Adna berarti tempat terdekat.

Oleh kerana itu, kedua tempat pertemuan ini dinamakan mengikut lokasinya.

Dan jelas bahwa mereka yang ingin melakukan ibadah haji ke Baitullah di Petra,harus pertamanya menyucikan diri mereka sendiri di desa yang berdekatan, kerana Ummu Salamah mendengar Nabi Muhammad bersabda,

“Barangsiapa yang bersiap-siap untuk melakukan umrah haruslah menyucikan dirinya di Mesjid Al Aqsa sebelum pergi ke daerah Al Haram di Mekah, maka dosanya akan diampuni bahkan sebelum ia melakukan perbuatan dosa tersebut.” 
(Ali bi Hasamuddin Alauddin, Masnad Imam Abu Abdullah)

Hari ini ada sebuah tempat yang letaknya 8 km dari jantung kota Petra yang dikenali sebagai Wadi Musa atau lembah Musa.

Penamaan desa ini terdapat di dalam kitab Keluaran dan kisah Bani Israil meminta air.

“Tuhan menjawab kepada Musa, pukullah batu itu, maka air akan keluar sehingga orang-orang itu dapat minum." 
(Kitab Keluaran 17:6)

Di lokasi ini, sekarang dikenal sebagai mata air Musa, air yang keluar darinya digunakan oleh umat islam yang sedang melakukan ibadah haji untuk menyucikan diri mereka.

Pemalsuan sejarah tentang wilayah tersebut muncul di dalam Islam berlaku selama lebih dari satu abad dan dimulai setelah wafatnya Nabi dengan tokoh-tokoh seperti Umar, Abu Bakar, dan Uthman yang kemudian diikuti oleh Muawiyah dan Dinasti Umayyah yang memerintah dari Damsyik (Damaskus).

Dinasti Umayyah kemudian diteruskan oleh Dinasti Abbasiyah yang memerintah dari Irak dan kemudian Kerajaan Ottoman yang memerintah dari Konstantinopel.

Selama tempoh masa ini Ahlul Bait (as) mengalami penindasan dan memiliki sangat sedikit penyokong, namun agama yang sebenarnya iaitu ajaran yang benar tetap berada bersama mereka di dalam kelompok kecil para pengikut.

Jadi masihkah anda bertanya-tanya mengapa ada hadis-hadis yang menyebutkan bahawa Al Mahdi (as) akan membawa kita kepada perkara-pekara rahsia?

Lagipun itulah sebabnya mengapa beliau dipanggil sebagai Al Mahdi.

Abu Jafar (as) berkata: “Dan Al Mahdi dinamakan sebagai sang Petunjuk kerana ia akan menunjukkan perkara-pekara rahsia.” 
(Ghaibah Al-Nu'mani, hlm. 243)

Ada juga hadis-hadis lain yang menyebutkan bahwa Al Mahdi akan menghancurkan Kaabah.

“Ia menghancurkan apa yang ada sebelum ia (muncul) sebagaimana Rasulullah (sawas) dulu lakukan, ia akan menegakkan Islam yang baru.” 
(Ghaibah Al-Nu'mani hlm. 236, Bihar Al Anwar jilid 52 hlm. 352)

...bersambung..

Comments

Popular posts from this blog

Lokasi Kaabah yang Sebenar (Bhg 2)

Lokasi Kaabah yang Sebenar (Bhg 1)

Seruan Kebangkitan: Panji Hitam yang dijanjikan

​Panji Hitam

Bab 7 : Kematian Raja Abdullah